Sabtu, 08 Juni 2013

Cerita si Pemimpi

               Awan putih terlihat terbentang di langit yang cerah. Matahari memancarkan sinar yang terselubung melalui sela-sela dedaunan dari tanaman yang tumbuh di pinggir jalan. Dari atas pepohonan di taman terdengar alunan nada nan merdu dari kicauan burung yang bertengger di ranting-ranting. Suasana asri yang didambakan semua orang.
 Bersamaan dengan harmonisasi pagi yang indah itu seorang gadis terlihat baru saja melewati gerbang sebuah sekolah. Sembari sedikit bersenandung  ia berjalan dengan langkah kecilnya bersiap menyambut hari itu dengan penuh semangat.
“Ohayooo..”  tiba-tiba terdengar suara yang memanggilnya dari belakang. Ia pun menoleh ke tempat suara tersebut berasal. Tampak gadis lain sedang berlari ke arahnya sambil melambaikan tangan. Ekspresinya tampak sangat ceria.
“Ohayoou..... Yona chan!” serunya lagi ketika sekarang sudah berdiri dihadapan orang yang disapannya  tadi itu.
Sambil tersenyum Yona pun kemudian membalas “Ohayou... Nadila  sama” dan disambut dengan tawa khas temannya itu.
Keduanya pun berjalan bersama melewati lapangan sekolah yang cukup luas dan memasuki area gedung sekolah sambil bercakap-cakap dengan riang.
“Jadi.. kemarin kamu akhirnya dapat juara pertama kan? Sugoi !” seru Nadila dengan penuh semangat kepada temannya itu.
“Ah itu.. cuma kebetulan.. sebetulnya banyak yang lebih bagus dari aku” jawab Yona dengan merendah
“Tapi menurutku, kamu memang pantas menang kok.. hehe. Waktu itu juara tiga, sekarang bisa juara pertama”
            Yona menanggapinya dengan senyuman. Dalam hati memang dia merasa senang sekali, apalagi bisa membuat bangga orang-orang terdekatnya. Bagaimanapun hasil kontes cosplay yang baru diikutinya itu memang diluar dugaannya. Mereka berdua menapaki anak tangga menuju kelas sambil terus berbincang.
“Nee..  Yona.. festival sekolah sebentar lagi kan ya?“
“Iya..”
“Menurut kamu, tema yang bagus tahun ini apa ya?” tanya Nadila lagi
“Apa ya.. aku gak tau, soalnya kan belum ditentukan. Nanti siang katanya ada rapat soal itu..”
“Yona  ikut?”
“Ya iya dong ... aku kan ketua klub Nihon bunka. Jadi kan wajib datang juga..”
“Hehe..iya ya... tapi kalau menurut kamu maunya festival tahun ini diadakan seperti apa?“
“Hmm.. bagaimana ya..” Yona berpikir membayangkan akan seperti apa. “Yang jelas aku lebih pingin nilai kebersamaan kita ditampilkan. Membuat sesama murid sekolah ini lebih akrab satu ama lain. Tujuan diadakannya festival sekolah kan untuk itu..”
“Sodesu..”
“Oh..iya kalau bisa harus berkesan juga, terutama untuk anak kelas XII, ini kan tahun terakhir  di sekolah..”
            Mereka pun tiba di depan kelasnya masing-masing. Kelas mereka berdua memang berbeda tapi masih bersebelahan. Ketika akan memasuki kelas, seorang teman yang lain memanggil mereka berdua dari kejauhan.
“Yonaa... Nadila chan..”
“Nobi chan.. ” balas Yona. Ia penasaran melihat temannya itu mendatanginya dengan  langkah yang terburu-buru.
“Sudah dengar? Semua ketua klub bidang kebudayaan dan seni mereka ingin mencalonkan kamu sebagai ketua panitia untuk festival sekolah tahun ini..”
Yona pun terperangah mendengarnya.
“Eh.. kenapa harus aku?”
“Mereka ingin kamu membuat perubahan untuk tahun ini, untuk suasana baru..” jelas Nobi.
“Kereen.. kalau Yona-chan bisa jadi ketua panitia tahun ini. Aku pasti akan dukung!” komentar Nadila dengan semangat.
            Yona tidak berkomentar banyak soal itu, ia hanya senyum saja menanggapi pembicaraan temannya itu. Lagipula mungkin saja itu cuma gurauan, bagaimanapun dia terkejut ketika semua teman-temannya tiba-tiba mencalonkan dirinya seperti itu. Tapi selain itu ada sedikit perasaan bersemangat ketika membayangkannya. “Asik juga kalau benar-benar terpilih, tapi tentu saja tanggung jawabnya lebih berat” pikirnya.
            Mereka bertiga pun asik berbincang-bincang dengan serunya di dalam kelas Yona. Sementara terlihat murid-murid yang lain silih berganti terlihat berlalu-lalang di koridor. Suasana pagi itu makin bertambah ramai. Tanpa terasa kemudian bel masuk sekolah berbunyi. Nobi dan Nadila pun bergegas memasuki kelasnya masin-masing. Kegiatan sekolah pun dimulai seperti biasa.
***
            Waktu telah mendekati pukul 1 siang, waktunya istirahat sekolah. Suasana kembali riuh di luar sana, kelas, lapangan hingga kantin, akan tetapi tidak dengan suasana di sebuah ruangan yang terletak di sebelah perpustakaan. Ruangan Osis. Semua orang yang hadir di sana tampak tenang mendengarkan arahan dan penjelasan dari ketua Osis yang memimpin rapat itu. Semua peserta rapat yang merupakan ketua, perwakilan anggota klub sekolah dan juga perwakilan dari tiap kelas, mendengarkan dengan seksama, tak terkecuali dengan Yona.
            Sesi rapat kemudian berlanjut dengan pemilihan ketua panitia untuk festival sekolah mendatang. Pemilihan dilakukan oleh semua peserta yang hadir dengan cara voting. Berdasarkan hasil voting kemudian, ternyata Yona betul-betul terpilih menjadi ketua panitia.
“Baiklah... karena ketua panitia sudah terpilih. Rapat ini kita lanjutkan minggu depan untuk membahas tema festival sekolah tahun ini..” lanjut ketua osis menutup rapat, “Yona ada yang mau disampaikan dulu?”
“Terima kasih atas kepercayaannya. Ini tanggung jawab yang besar tapi saya akan berusaha. Karena itu mohon bantuan dari teman-teman semua..”
            Peserta rapat pun membubarkan diri dan perlahan meninggalkan ruangan. Yona berjalan dengan gontai melewati lorong-lorong yang penuh dengan murid itu. Suasana riuh di sekitarnya sangat bertolak belakang dengan suasanya hatinya. Ada  sedikit perasaan gundah, tanggung jawab besar untuk menyelenggarakan acara yang membawa nama sekolah tapi ada juga perasaan senang dan bersemangat. Semuanya bercampur aduk.
Ketika memasuki kelasnya ia pun serta merta disambut oleh teman-temannya.
“Ini dia.. Ibu ketua kita!” seru salah seorang dari mereka. Kelas pun langsung dibuat ramai.
Yona hanya tersenyum simpul saja sambil kembali ke tempat duduknya. Teman-teman satu klub nya pun berdatangan ke kelas.
“Yonaa chan.. jadi ketua panita nih..“ seru Kariin yang paling awal mendatanginya. Sementara Yona hanya menanggapinya dengan ekspresi datar.
“Doushita no?” tanya Nadila melihat ekspresi wajah Yona yang tampak datar itu.
“Enggak.. gak kenapa-kenapa..” jawabnya.
“Semangat dong! Gimana sih ini ketua?” seru Nobi sambil menepuk pundak Yona.
Sadar ada yang salah suasana pun menjadi hening. Teman-temannya tidak ada yang berkata lagi sampai akhirnya, Yona sendiri yang memecah keheningan itu.
“Teman-teman, aku perlu pendapat kalian. Pulang sekolah nanti tolong berkumpul di sekretariat bisa?”
“Oke!” jawab Nobi mewakili teman-temannya. Semuanya pun mengangguk tanda setuju. Bersamaan itu juga bel tanda istirahat usai terdengar.
***
            Sesuai yang direncanakan, sore itu mereka pun berkumpul di ruangan sekretariat Akatsuki. Nama klub studi kesenian dan budaya Jepang sekolah mereka. Mereka pun berdiskusi tentang tema dan konsep yang bisa digunakan dalam festival mendatang.
“Karena Yona chan yang jadi ketua panitianya, ini kesempatan buat klub kita kasih ide. Kalau bisa kita pakai konsep acara dengan tema gabungan kebudayaan Indonesia–Jepang. Gimana?” Usul Kariin
“Maksudnya acaranya dibuat seperti Bunkasai begitu?” tanya Dhifa.
“Iya ... kira-kira seperti itu..”
“Boleh juga..” sahut Nadila, “Bagaimana Yon chan?”
“Itu pasti bagus. Bagaimana kalau temanya begini : ‘Budaya & Bunka’ ? Pasti seru..” kata Yona memberi ide.
“Iya terus acaranya kita buat kompetisi manga, band, dance sampai cosplay juga. Lalu kita ajak anak-anak anggota klub sains juga buat mengadakan semacam kompetisi Robot atau pameran teknologi yang pesertanya kita undang dari sekolah lain. Kalau berhasil mungkin bisa jadi acara Bunkasai yang rutin setiap tahun..”  Nadila menjelaskan dengan antusias.
“Jangan lupa undang guest star juga, J-Indo band. Biar tambah rame..” sambung Nobi
“J-Indo band?” tanya Dhifa kebingungan.
“Masak gak tau? J-Indo band itu band Indo yang mengcover lagu-lagu Jepang..”
“Oh gitu.. tapi jadinya beneran kayak Bunkasai event dong?”
“Mungkin begitu, tapi keren kan jadinya. Selama ini kan yang mengadakan event Bunkasai selalu dari Universitas. Cuma beberapa sekolah aja yang bisa..”
“Choto... tapi mungkin tidak segampang itu, dana untuk acaranya bagaimana?” sergah Kariin.
“Dana sih bisa diusahakan, kalau acaranya sukses kan bakal jadi festival yang paling berkesan sebelum kelulusan..”
“Tapi anak-anak yang lain belum tentu semuanya setuju. Malah mungkin ada yang menghina seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Tahun lalu sewaktu kita menampilkan Yosakoi mereka tidak berhenti-hentinya  menyoraki kita. Mereka anggap kegiatan klub ini aneh” kata Kariin lagi.
“Biarin aja. Waktu acara tahun lalu mereka yang seenaknya menentukan konsep acara tanpa berdiskusi dengan yagn lain, terus kita disuruh ikut gitu aja. Sekarang giliran kita membalas..” sahut Nobi dengan ketus.
Yona yang dari tadi diam saja melihat teman-temannya berdebat akhirnya ikut mengungkapkan pendapatnya.
“Festival ini memang bisa jadi kesempatan buat kita memperkenalkan ke mereka apa itu sebenarnya Nihon Bunka, bahwa yang mereka tau tentang dunia Jejepangan selama ini itu gak cuma terbatas sama Anime atau manga aja..”
Yona kemudian melanjutkan perkataannya “Tapi aku juga gak mau antara siswa ada yang berselisih soal ini, tujuan diadakan festival ini kan untuk  kebersamaan kita semua. Jadi bagaimanapun konsep acara yang kita ajukan nanti, kita juga harus mendengarkan pendapat dari mereka”
“Begitu? Benar juga sih..”
“Yona baik yah..” kata Nadila memuji.
Yona tersenyum, lalu ia berkata lagi “Kalau begitu.. mulai besok kita bisa coba membuat proposalnya. Biar minggu depan sudah bisa diusulkan waktu rapat. Siapa yang bisa bantu aku?“
“Aku..aku.. saja yang membuat..” Jawab Dhifa sambil mengangkat tangan dengan semangat. Ia memang dikenal terampil membuat proposal.
“Dhifa dan Yona mengerjakan proposal, sementara aku dan yang lain cari referensi” Nobi melanjutkan.
“Iya. Terima kasih. semuanya tolong bantuannya ya”
“Siaap!” seru mereka secara serempak.
***
            Minggu berikutnya ketika Yona menyampaikan gagasan mengenai konsep dan tema festival sekolah dalam rapat hampir keseluruhan peserta setuju, termasuk para pengurus Osis. Mereka sangat antusias mendengar ide yang diungkapkan Yona dan klubnya. Sebagian besar berpendapat tema itu sangat menarik dan bisa mengangkat reputasi sekolah mereka, namun sebagian lagi kurang setuju dengan berbagai alasan. Sebagai ketua pun Yona dapat memahaminya, ia tidak serta merta mengalahkan pihak yang tidak setuju itu. Bagaimanapun ia ingin pihak siswa bisa bersatu. Ia memang ingin menampung semua aspirasi yang ada.
            Butuh waktu beberapa lama untuk menyatukan pendapat dari semua perwakilan murid sebelum akhirnya ia juga berhasil menampung aspirasi dari seluruh siswa dan merumuskan konsep acaranya secara matang. Segera setelah konsep disetujui secara bulat, pembagian kerja oleh panitia dilakukan, hari-hari berikutnya pun kesibukan mereka bertambah. Masalah dana yang paling menjadi perhatian utama. Sebagus apapun konsepnya tidak akan jalan tanpa dukungan dana yang memadai, oleh karena itu para panitia mulai bergerak untuk mencari sponsor.
            Bisa dikatakan klub nihon bunka sekolah tersebut, bertindak sebagai pionir terdepan dalam persiapan festival sekolah ini. Hal tersebut bisa dimengerti sebab mereka yang paham betul tentang konsep yang akan dikerjakan. Hampir tidak ada waktu senggang bagi semua anggotanya dan terutama bagi Yona sebagai ketuanya. Ia betul-betul mengemban tanggung jawab ini dengan sepenuh hati. Seringkali saat teman-teman yang lain sudah pulang ia masih tinggal dan sibuk mengerjakan semua proposal maupun surat-surat yang dibutuhkan untuk mendatangkan sponsor di ruang sekretariat. Ia baru akan pulang setelah malam. Teman-temannya yang melihat keadaan itu pun menjadi khawatir.
“Jangan terlalu memaksa, kamu bisa sakit nanti..” Nadila berkata padanya suatu siang saat jam istirahat. Yona sedang mengutak-atik komputer di hadapannya sementara di sampingnnya bertumpuk berkas yang tampak seperti proposal untuk dikirimkan kepada calon sponsor.
Yona menggeleng.
“Iie.... gak maksain diri kok..” Jawabnya sambil tersenyum manis.
“Tapi diantara kita semua kamu yang kerjanya paling berat..”
“Kayak apaan aja hehe.. gak berat, aku enjoy aja kok ngerjainnya..”
“Ne.. Yon-chan, kamu bersemangat sekali ya?”
“Harus semangat dong.. apalagi kan ada kalian.. hehe..”
“Kenapa memangnya?”
“Iya.. kalau melihat kalian bersemangat, aku merasa harus sepuluh kali lebih semangat. Walaupun pekerjaannya sulit tapi gak akan terasa begitu kalau kita menjalaninya bersama-sama..”
“Kamu terlalu berlebihan..”
“Enggak berlebihan, memang betul begitu...”
Percakapan mereka berdua pun terputus saat pintu ruangan terbuka tiba-tiba. Dhifa dan Nobi  memasuki ruangan sekretariat dengan wajah panik.
“Yon-Chan.. gawat…”
Tampak bingung, Yona memandangi kedua temannya itu kemudian bertanya.
“Ada apa?”
            Nobi kemudian mejelaskan apa yang terjadi. Setelah mengetahuinya Yona pun segera beranjak pergi meninggalkan ruangan sekretariat menuju ruang rapat siswa. Di sana ia sudah ditunggu oleh ketua osis, kepala sekolah, guru pembina dan beberapa orang lainnya.
***
            Jalan untuk mencapai sebuah tujuan memang tidak selamanya lurus. Setidaknya itulah yang dibuktikan dan sedang terjadi sekarang ini. Konsep acara yang sudah dirancang dengan matang dan disetujui semua elemen siswa, ternyata justru tidak disetujui oleh komite sekolah. Mereka beranggapan sebaliknya bahwa acara tersebut tidaklah menarik dan menginginkan acara dengan konsep lain.
            Keputusan akhir mengenai hal itu akan ditentukan melalui rapat komite dan perwakilan para murid. Waktunya beum ditentukan tapi ini sudah membuat panitia yang lain pasrah. Persiapan yang  mereka lakukan selama ini hanya akan sia-sia jika acara tersebut ternyata dibatalkan.
“Apa-apaan sih.. padahal sebagian besar siswa sudah setuju..” Nobi berkata dengan kesal.
“Mau bagaimana lagi, setiap acara yang diselenggarakan di sekolah kan memang harus melalui persetujuan komite..” tanggap Nadila menenangkan suasana.
“Kalau begini acara itu bisa batal..” kata Dhifa memecah keheningan.
Suasana di ruangan sekeretariat tampak muram. Semuanya terbawa dengan suasana negatif
“Aku akan coba meyakinkan komite sekolah dalam pertemuan berikutnya..” jawab Yona memecah keheningan.
            “Yona... kamu sudah mengerjakan semua dengan baik, tapi..rasanya memang hampir mustahil untuk melanjutkan, apalagi mereka sudah bilang begitu..”
“Jangan pesimis begitu, selama belum diputuskan, aku yang akan mengusahakannya. Ini sudah tanggung jawab ketua panitia..”
***
            Dan memang persis seperti yang dikatakan oleh Yona, ia betul-betul tidak menyerah dalam mengusahakan acara tersebut tetap berlangsung. Hari berikutnya ia langsung menghadap kepala sekolah maupun ketua komite untuk menjelaskan. Setiap kali proposalnya ditolak ia sendiri akan segera merevisi yang baru dan mengajukannya kembali. Hal itu berlangsung terus menerus entah sampai berapa kali.
            Hingga pada akhirnya usaha yang dilakukannya tersebut berbuah manis. Berkat perjuangan keras dan lobi yang dilakukan oleh Yona terus menerus, komite sekolah akhirnya mau menyetujuinya. Persetujuan tersebut sebetulnya juga tidak terlepas dari dukungan murid-murid hampir seluruh sekolah dan juga prestasi anggota klub Akatsuki yang sering mengharumkan nama sekolah dengan menjuarai setiap lomba yang sering mereka ikuti.
            Kegiatan panitia pun dapat kembali dilanjutkan untuk mempersiapkan festival tersebut. Persiapan mereka menjadi tertunda selama beberapa minggu akibat permasalahan dengan komite sekolah itu,  padahal tanggal penyelenggaraan sudah semakin dekat, yaitu kurang dari satu bulan lagi. Namun hal tersebut tidak membuat Yona dan kawan-kawannya patah arang. Mereka semua justru semakin bersemangat. Dalam waktu beberapa minggu mereka berhasil mengumpulkan sponsor acara.
Hingga tanpa terasa waktu penyelenggaraan tinggal seminggu lagi. Dalam rapat persiapan terakhir itu mereka memeriksa kesiapan.
“Nad, desain  pamfletnya sudah jadi kan?” tanya Yona kepada Nadila.
“Udah. Tapi ya tau sendiri kan, gara-gara masalah dana.. pamflet yang kita buat jadi terbatas, dekorasi juga..”
“Gak apa-apa. Pamflet dicetak seperlunya aja, sementara dekorasi kan bisa diakalin. Lainnya gimana?”
“Stand untuk bazaar dan properti panggung.. semuanya gak ada masalah..” sambung Nadila.
“Peserta lomba cosplay, band, kontes robotik dan cerdas cermat, administrasinya semua juga sudah lengkap..” Kariin ikut menambahkan.
“Ini juga berkat bantuan teman-teman dari komunitas J-Likers yang banyak membantu untuk publikasi acara..”
“Iya ya.. untung senpai nya Yona di sana mau membantu..”
“Tapi yang terpenting ini kan juga berkat kalian semua yang sudah bekerja keras..” jawab Yona
“Tapi tidak ada yang sekeras usaha kamu..” balas Nobi.
“Tapi aku justru khawatir kalau sepi pengunjung. Ini kan bisa dibilang event bunkasai pertama yang diadakan di sekolah..” kata Dhifa
“Kita harus optimis! Kerja keras dan niat akan berbanding lurus dengan hasil..” tanggap Yona
Nadila dan yang lainnya tersenyum melihat semangat pantang menyerah ketua mereka itu. Kemudian ia berkata..
“Tapi saking sibuknya sepertinya kamu jadi lupa sesuatu?”
“Eh..apa yang kulupakan?”
“Hmm.. Enggak sih..ga apa-apa..“
“Apa deh.. pake rahasiaan segala. Apa ini sesuatu yang penting?”
“Yah tergantung kamu menganggapnya bagaimana... Tapi nanti juga pasti kamu inget sendiri..”
Yona memandang teman-temannya satu per satu. Mereka semua tampak menyembunyikan sesuatu.
“Dasar kalian ini aneh..” katanya sambil tertawa.
***
            Hari yang dinantikan tersebut akhirnya tiba juga. Dengan waktu persiapan yang sempit dan dana yang terbatas festival sekolah bisa tetap digelar. Mengambil tempat di lapangan olahraga hingga halaman depan sekolah mereka yang memang cukup luas, areal festival yang sederhana itu dibangun. Walaupun sederhana namun berkat kreatifitas dan kerja keras para pantia serta anggota klub bunka, festival itu tetap tampak meriah.
            Panggung yang berukuran tidak terlalu besar dibangun di dalam aula sekolah sedangkan di halaman dan lapangan penuh terisi dengan aneka macam stand bazaar. Panggung itu dilengkapi dengan dekorasi yang didominasi warna merah dan putih, tampak meriah, semuanya dibuat sendiri oleh para panitia dan anggota klub. Di bagian samping panggung berdiri maskot berupa manekuin hasil kerajinan tangan berukuran sedang yang menggambarkan aneka macam tokoh anime bersanding dengan tokoh-tokoh pewayangan khas Indonesia. Hal unik itu menggambarkan tema mereka sejak awal  yaitu “Budaya & Bunka”. Bunka dalam bahasa Jepang berarti juga budaya.
            Pengunjung yang datang pun jumlahnya di luar dugaan dan mereka sangat antusias. Mereka yang datang dari berbagai kalangan masyarakat tampak sangat terhibur dengan konsep acara yang diadakan. Pengunjung yang datang juga tidak hanya terhibur ketika melihat tokoh-tokoh yang sering mereka saksikan di anime diperankan oleh para cosplayer, tetapi mereka juga mendapatkan berbagai edukasi melalui kontes robotik dan cerdas cermat yang diselenggarkan secara terbuka. Selain itu pengunjung juga dapat membeli aneka merchandise seperti komik, action figure, jaket maupun T-Shirt.
            Dari atas panggung terlihat para band silih berganti menghentak dan menghibur pengunjung yang datang dengan membawakan lagu-lagu Jepang dari berbagai aliran. Keberadaan band-band itu sebetulnya di luar dugaan karena akibat minimnya dana, panitia sempat batal untuk mengundang mereka. Akan tetapi kenyataannya solidaritas antar komunitas lebih kuat mengalahkan segalanya. Sejumlah band itu pun tampil secara sukarela. Mereka membawakan lagu-lagu dari sejumlah musisi Jepang yang kebanyakan beraliran Japanese rock semisal One ok Rock, Larc en ciel dan MUCC hingga aliran Visual kei seperti Gazette, Alice nine atau Dir en Grey, kendati demikian ada juga yang membawakan lagu dari musisi yang beraliran J-pop seperti YUI, SCANDAL dan Ikimono Gakari. Warna-warni musikalitasnya sangat terasa dan acara festival tersebut berlangsung meriah dan lancar hingga puncak penutupannya pada malam hari. Sebagai ketua panitia Yona cukup merasa lega melihatnya.
            Waktu hampir menunjukkan pukul 12 tengah malam, acara memang sudah berakhir sejak beberapa jam lalu namun panitia masih tetap tinggal di sekolah unuk membereskan properti sisa acara tadi.
“Sayangnya kita tidak bisa menampilkan Hanabi” ujar Yona “Persiapannya terlalu mepet..”
“Daijoubu, tidak apa-apa.. Dengan segala keterbatasan kita bisa membuat acara semeriah ini itu sudah lebih dari cukup..” ujar Nadila membesarkan.
“Iya.. Tapi tetap saja rasanya ada yang kurang begitu. Rasanya aku belum memberikan yang terbaik..”
“Jangan bilang begitu. Kita bisa menyelenggarakan acara ini kan juga berkat usaha keras kamu yang meyakinkan teman-teman, komite sekolah hingga para guru..”
“Usaha keras itu memang tidak mengkhianati ya..” timpal Dhifa menanggapi pekataan Nadila itu.
Yona tersenyum manis kepada teman-temannya lalu berkata. “Ini semua berkat bantuan dari kalian juga. Aku tidak akan bisa apa-apa tanpa kalian dan teman-teman yang lain..”
Beberapa saat Nobi yang berada di kejauhan kemudian menghentikan pekerjaannya sementara. Ia kemudian mendatangi Yona lalu berkata
“Nah.. malam ini tinggal satu hal lagi yang harus dilakukan..”
“Apa?”
Semuanya saling berpandangan dan melempar senyum satu sama lain, kemudian mereka menatap Yona.
“Kamu betul-betul tidak ingat ya? Persiapan untuk festival ini memang melelahkan ya sampai-sampai kamu sendiri lupa..”
“Tolong jangan membuat aku bingung. Kita perjelas saja..”
“Oke..oke.. Ayo ikut!” ajak Nobi menarik tangan Yona. Teman-temannya yang lain ikut berjalan di belakang mereka berdua.
“Mau kemana?”
“Udah... Ikut aja dulu..”
            Yona dibawa ke bagian depan halaman sekolah dimana di tempat tersebut masih berserakan properti sisa festival dan beberapa unit stand bazaar yang belum dirapihkan. Dengan hati-hati melangkahi beberapa rangka besi pasak tenda yang tergeletak di lapangan, Nobi membawanya ke sisi sebelah kiri lapangan dekat tiang basket.
“Mau apa sih?”
“Tunggu ya...” kata Nobi di sebelah sambil melihat Jam tangannya. Beberapa menit kemudian ia berseru “Sebentar lagi... Oke.. sekarang... Liat ke arah sana!” ia menunjuk ke arah atas gedung sekolah.
            Bertepatan dengan itu secercah sinar berwarna merah meluncur dari balik atap gedung sekolah ke langit yang gelap lalu berpendar sesaat sebelum meledak sembari mengeluarkan bunyi yang menghentak. Api yang berwarna merah berpendar ke segala penjuru dan meletup-letup. Belum hilang cahaya dari ledakan pertama, sinar berikutnya ikut melesat ke langit kali ini warnanya bervariasi dan jumlahnya menjadi lebih banyak. Langit malam seketika menjadi berwarna-warni.
“Hanabi?” seru Yona terkejut. “Bagaimana bisa?”
Tidak ada jawaban dari teman-temannya dari belakang. Ia kemudian berbalik badan dan terkejut setengah mati melihat semua temannya.
“OTANJOUBI  OMEDETOU!!” Seru mereka semua dengan serempak.
“Kalian....” ia berkata terbata-bata namun belum sempat melanjutkan kalimatnya, Yona sudah diserbu dan dikerumuni oleh teman-temannya itu. Beberapa langsung memeluknya dengan erat. Ia tidak dapat menahan air matanya lagi. Terharu dengan apa yang dirasakannya sekarang. Tidak hanya teman-teman satu sekolahnya, entah bagaimana teman-teman dari komunitas cosplay nya dan komunitas pecinta Jejepangan lainnya juga hadir saat itu memberikannya ucapan selamat. Suasana yang tadinya sepi mendadak kembali ramai. 
“Kamu terlalu sibuk sampai lupa dengan hari ulang tahun mu sendiri. Selamat Ulang tahun yaaa..” ujar Nadila memeluk Yona dengan erat. Matanya juga berkaca-kaca. Dhifa membawa kue ulang tahun berukuran sedang dengan lilin yang menyala di atasnya ke hadapan Yona.
“Dibandingkan dengan semua yang telah kamu lakukan, ini mungkin tidak ada apa-apanya”
Yona tersenyum, “Tidak ada yang bisa melebihi nilai pemberian tulus dari sahabat..” ia mendekatkan wajahnya lalu meniup lilin itu dengan disambut aplaus dari teman-temannya lagi.
Sementara dari atas sana hanabi atau kembang api itu masih terus menyalak mewarnai gelapnya langit. Warnanya juga sudah lebih bervariasi dari yang petama meledak tadi, kembang api itu sekarang berwarna  merah- jingga –hijau dan warna-warna cerah lainnya. Sangat indah.
Yona jelas penasaran siapa yang menyalakan hanabi sebanyak ini, ia ingin menanyakan hal itu kepada teman-temannya  sebelum terdengar seseorang berbicara dari arah belakangnya.
“Warna yang mencolok, sedikit terlalu berlebihan sepertinya..”
            Yona membalikkan badannya dan ia kembali terkejut, namun sangat senang dengan kehadirannya. Orang yang tidak terlihat sepanjang hari tanpa diduga sekarang sedang berdiri di hadapannya. Sambil bersandar di sebuah meja bekas stand yang belum dibereskan, ia menatap langit yang berpendar itu.
“Persis seperti biasanya.. Selalu sok keren begitu..” kata Yona kepada orang di hadapannya itu.
“Biar saja. Tapi bagaimana juga ini adalah kejutan yang pantas untuk si Pemimpi yang pantang menyerah, ne mideru?”
Yona pun kembali tersenyum..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar